clicksor

Clicksor

bisnis paling gratis

Monday, December 20, 2010

Paper Kebutuhan dan Pelayanan Kesehatan

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13045449/paperanduk.rtf.html


Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia tercatat 237,6 juta jiwa. Jumlah ini bertambah kurang lebih sekitar 32,5 juta jiwa dari jumlah penduduk yang tercatat dalam data Badan Pusat Statistik sebelumnya di Sensu Penduduk tahun 2000. Demikian dilaporkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-65 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Senin, 16 Agutus 2010 di Gedung Kura-Kura MPR / DPR / DPD Republik Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang sedemikian banyaknya, Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbanyak setelah Tiongkok atau Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat.
"Jumlah penduduk yang semakin besar ini tentu membawa tantangan bagi kita untuk bekerja lebih keras dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, menciptakan kesempatan kerja, menghilangkan kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan, meningkatkan infrastruktur, dan memberikan pelayanan publik," ungkap SBY pada kesempatan itu.
Jumlah penduduk yang tinggi di Indoneia adalah masalah klasik yang dimiliki bangsa Indonesia. Semakin banyak jumlah penduduk, diharapkan pula adanya peningkatan dan ketersediaan pelayanan-pelayanan umum untuk kepentingan masyarakat dalam berbagai hal termasuk pelayanan kesehatan.
Banyak hal yang kurang dapat diimbangi sejalan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang telah menempati peringkat 4 negara terpadat di dunia, khususnya pada persoalan kesehatan. Faktanya Indonesia berada di urutan pertama se-Asia, Negara dengan tingkat mortalitas bayi tertinggi. Dan banyak lagi masalah yang semakin timbul dalam pelayanan itu sendiri, mulai dari sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak sampai biaya pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau khususnya pada kelompok penduduk dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah, serta ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang masih jauh dari cukup.

- Terjadi masalah-masalah kesehatan seiring dengan pertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang berlarut-larut dan penanggulangannya tidak kunjung usai.
- Kurang baiknya mutu, efisiensi, keadilan dan pemerataan pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian Riskesdas ( Riset Kesehatan Dasar ) menyebutkan penyebab kematian perinatal (0 hingga 7 hari) terbanyak dipicu oleh ganguan pernapasan (35,9%) dan kelahiran prematur (32,3%). Sedangkan untuk usia 7 - 28 hari, penyebab kematian terbanyak adalah infeksi bakteri (sepsis), 20,5% dan kelainan pada janin, 18,1%. Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Lalu kematian pada balita paling banyak disebabkan oleh sakit diare. Di atas usia 5 tahun, penyebab kematian terbanyak kembali disebabkan oleh penyakit degeneratif yaitu stroke. Fenomena ini terjadi di pedesaan maupun di perkotaan.
Dari hasil Riset Kesehatan Dasar tersebut, kita dapat mengetahui pengidap penyakit degeneratif tidak hanya terjadi pada kalangan berduit di perkotaan saja. Stroke, hipertensi, obesitas dan penyakit degeneratif lainya ternyata tidak berhubungan dengan tingkat pendapatan dan sosial ekonomi. Di samping itu, mulai banyak ditemui penyakit degeneratif pada usia muda 15 - 17 tahun (8,3%). Dari hasil ini pula, dapat diketahui bahwa banyak permasalahan kesehatan dan pola hidup yang harus diperbaiki.
Tercatat pada usia di atas 5 tahun, baik di wilayah kota dan desa, lima besar penyebab kematian masih dipegang oleh penyakit degeneratif. Yaitu, stroke, diabetes melitus, hipertensi, TB ( Tuberculosis ) dan penyakit jantung untuk wilayah perkotaan. Sementara di desa adalah, stroke, TB, hipertensi, penyakit saluran napas bawah dan tumor ganas.
Paparan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, pada masa jabatannya, tergambar sejumlah penyakit menular penyebab kematian masih sangat menonjol. Pada kelompok usia 5 - 14 tahun di perkotaan tercatat, demam berdarah dengue, tifoid dan meningitis menjadi penyebab kematian utama.
Sedangkan di desa, diare, pneumonia atau radang paru-paru yang selain disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur atau parasit, juga disebabkan oleh kepedihan zat-zat kimia atau cedera jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau pola hidup yang mengkonsumsi minuman alkohol secara berlebihan, dan malaria masih belum bisa tuntas diatasi dan kembali menjadi penyebab kematian utama.
Pada kelompok usia 15 - 44, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian di perkotaan (13,4%). Namun penyebab kematian ke-dua masih diduduki penyakit menular TB ( Tuberculosis ). Sedangkan di pedesaan, penyakit hati (9,9%) jadi penyebab kematian utama disusul dengan kecelakaan lalulintas.

Selain sebagai salah satu komponen dari tiga komponen demografi yang berpengaruh terhadap struktur dan jumlah penduduk, Mortalitas juga menjadi tolok ukur bagaimana tingkat kesehatan di suatu daerah (negara). Dan permasalahan-permasalahan kesehatan tersebut dapat sedemikian rupa terjadi di Indonesia, tentunya banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Mulai dari kebijakan pelayanan kesehatan yang kurang menguntungkan atau kurang berjalan dengan sebagaimana mestinya, sampai tenaga kesehatan yang kurang profesional, dan juga keterbatasan fasilitas kesehatan yang ada. Pengobatan gratis kepada rakyat miskin melalui Askeskin ternyata tidak menyelesaikan permasalahan,
Askeskin hanya bisa diberlakukan di beberapa rumah sakit, dan hanya untuk penyakit-penyakit tertentu saja. Dan tingkat kesehatan masyarakat pun tidak merata dan sangat rendah khususnya di kantong-kantong pedesaan.
Dari fakta ini, dapat dikeahui juga, bahwa bukan hanya gratis yang pelaksaannya tidak menyeluruh karena factor ketidak mampuan dari pemerintah itu sendiri. Namun keterjangkauan dari sisi mendapatkan pelayanan kesehatan dan pembiayaan pelayanan kesehatan lebih dibutuhkan oleh semua kalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang diharap dapat meningkatkan kesejahteraan hidup yang layak.

Banyak masalah yang dialami oleh Pelayanan Kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, antara lain:

 Ada kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan rumah sakit. Dibandingkan negara-negara tetangga, jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia relatif masih rendah, yaitu 60 tempat tidur Rumah Sakit per 100.000 penduduk, atau ke-8 paling rendah di dunia dalam rasio tempat tidur dibandingkan jumlah penduduk. Angka ini di Indonesia hampir relatif tidak berubah sejak 10 tahun terakhir. Sebenarnya kebutuhan riil akan pelayanan kesehatan di Indonesia sangat besar. Ini tercermin dari derajat kesehatan yang relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga.
Angaka kematian ibu masih sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun pasokan tempat tidur rumah sakit masih sangat rendah, ternyata pemakaian tempat tidur juga masih rendah. Bed Occupancy Rate (BOR) hanya sekitar 55-57 % selama 10 tahun terakhir. Rata-rata tiap hari dari 100.000 penduduk hanya 30 orang yang sedang dirawat di rumah sakit. Data di atas menunjukkan bahwa kebutuhan yang tinggi ini tak diiringi dengan permintaan atau ketersediaan yang tinggi.

 Menurunnya hari - hari rawat sebesar 12,3 % pada ruang rawat kelas III Rumah Sakit Umum pemerintah untuk pasien miskin selama beberapa tahun terakhir, ini menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat yang menurun di samping tidak terjangkaunya pembiayaan, padahal setiap tahunnya total hari rawat meningkat 1 %.

 Jenjang rujukan antara Puskesmas dengan semua kelas Rumah Sakit Umum tidak berjalan secara hierarkis sesuai kebutuhan. Begitu pula rujukan antara Rumah Sakit Umum kelas A, B, C, dan D tidak berjalan secara efektif dan efisien. Pemerataan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien dan berkesinambungan belum dirasakan oleh masyarakat luas.

 Hampir 50 % dari masyarakat yang mempunyai keluhan sakit sama sekali tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan formal. Sebagian besar dari mereka memilih dan melakukan pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan sama sekali tidak berobat.

 Adanya perbedaan pemahaman antara pejabat / instansi di pusat dan daerah tentang hakikat otonomi daerah di bidang kesehatan. Masalah ini sangat berkaitan erat dengan masalah sosialisasi dan kebutuhan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang baru.

 Konflik kepentingan antara pusat dan daerah adalah keberaneka ragaman dan kelokalan. Sementara pengalaman masa lalu lebih didominasi oleh wajah tunggal dalam segala bidang dengan pola penyeragaman dan terpusat atau dengan kata lain, semua hal telah diatur dan di tetapkan oleh pusat. Keanekaragaman dan kelokalan itu dapat terlihat dari: Peraturan daerah dan Sumberdaya daerah

 Kemungkinan akan semakin melebarnya tingkat kesenjangan di bidang kesehatan (pelayanan medis) karena adanya perbedaan antara daerah yang kaya dan daerah yang miskin dilihat dari pendapatan daerah, juga antara daerah yang memiliki (concern) secara politis tinggi dengan daerah yang perhatiannya rendah.

 Pemerintah belum mampu menjamin ketersediaan dan pengadaan darah yang aman dan memadai bagi kebutuhan masyarakat.

 Rumah Sakit masih terlalu besar mensubsidi PT Askes dengan tarif ditetapkan oleh pihak Askes dengan adanya SKB ( Surat Keputusan Bersama ) 2 menteri. Jadi perlu ditinjau kembali kerjasama Askes dengan Rumah Sakit / Puskesmas.

Simpulan, dari fakta-fakta di atas, jelas dapat kita ketahui rendahnya pemanfaatan, pelayanan dan fasilitas kesehatan di masyarakat karena masih rendahnya keterjangkauan secara biaya, letak dan pengetahuan, serta kebijakan dan pemerataannya. Adanya pula kesenjangan antara kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan kesehatan yang tersedia. Selain itu terjadi kesenjangan pelayanan kesehatan antar daerah perkotaan dan pedeaan. Pelaksanaan kerjasama antarsektor, antarprogram dan antar-unit dalam pembangunan kesehatan pun masih belum optimal.
Pelaksanaan desentralisasi atau penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan belum terkonsep dengan baik.
Selain itu, Mutu sumber daya manusia di bidang kesehatan juga kurang professional. Lalu reformasi sistem pelayanan kesehatan yang berazas demokrasi, akuntabilitas dan transparansi belum tercapai. Terjadi pula kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan dan sistem rujukan pelayanan medik yang belum berjalan secara efektif dan efisien.
Hal tersebut berkaitan dengan mutu, efisiensi, keadilan dan pemerataan pelayanan kesehatan

Saran, untuk mengimbangi tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi, pelayanan kesehatan harus semakin ditingkatkan. Mulai dari keterjangkauannya sampai pada kualitas pelayanan itu sendiri. Mutu dan system pelayanannya pun juga harus semakin baik. Kemudian failitas pelayanan kesehatan juga harus semakin ditambah dan diperbaiki untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang adil dan rata di perkotaan ataupun di pedesaan. Serta perbaikan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan harus ditingkatkan.

Daftar Referensi

http://nasional.kompas.com/read/2010/08/16/11105327/Penduduk.Indonesia.236.7.Juta.Jiwa
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=665&tbl=artikel
Mantra, Ida Bagoes.2000. DasarDemografi Umum. Edisi Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI).

No comments:

Post a Comment