clicksor

Clicksor

bisnis paling gratis

Monday, December 20, 2010

Pencegahan penyakit

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13045525/Pencegahanpenyakit.doc.html

Upaya pencegahan penyakit telah dilkukan sejak zaman prasejarah. Misalnya, di Negara Cina pada sekitar 2000 tahun SM telah dilakukan pencegahan terhadap penyakit variola hingga pada saat itu timbul ungkapan “seorang dokter yg baik bukn menyembuhkan orang sakit, tetapi menyembuhkan org sehat”.
Upaya pencegahan penyakit mencapai puncaknya pada abad ke 18 krn pada saat itu mulai ditemukan berbagai vaksin dan sera, misalnya:
1. vaksin variola
2. vaksin rabies, dan
3. vaksin polio
pencegahan penyakit ini berkembang terus dan pencegahan tidak hanya ditujukan pd peny infeksi sja, ttp pencghn peny non infeksi, seperti james lindy g mnganjurkan makanan dan buah segar untuk mencegah peny scorbut. Bahkan, pd saat ini dilakukan pd fenomena non peny spt pencegahan trhdp ledakan pddk dg KB.

Dlm epid, penceghn dbgi mjd bbrpa tngkatan sesuai dg pjalanan peny, yaitu:
1. pcghn primer
2. pcghn sekndrs
3. pcghn tersier

pcghn primer

pnghn tngkt ptma ini mrpkn upy u/ mmprthankan org yg sht agar tetap sht atau mncegah org g sht mjd skt. Scra garis bsr, upy pncghan ini dpt brp pncgahan umum dan pncghan khusus.
Pebcegahan umum dmksdkan u/ mngadakan pncegahan pada masy umum, msalnya pddkn kesmas dan kes ling. Pencghn khusus dtujukan pd org2 yg mmpnyai resiko dg mlakukan imunisasi, msl imunisasi trhdp:
1. diftheritis
2. pertusis
3. tetanus
4. poliomyelitis
5. morbili
6. hepatitis
7. san ling spt:
a. penjernihan air mnum
b. pncgahan trhdp kclakaan
c. kslmtan krja,dll


Pengantar epidemiologi edisi 2

Oleh Dr. Eko Dudiarto, SKM, Dr. Dewi Anggraeni

Peranan Epidemiologi
-Mengidentifikasi faktor terjadinya penyakit atau masalah kesehatan dalam masyarakat
-Menyediakan data untuk perencanaan kesehatan dan pengambilan keputusan
-Membantu mengevaluasi program kesehatan yang sedang atau telah dilakukan.
-Mengembangkan metodologi untuk menganalisis keadaan suatu penyakit dalam upaya untuk mengatasi atau menanggulanginya
-Mengarahkan intervensi yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang perlu dipecahkan


Dr. Suparyanto, M.Kes

4. Manfaat epidemiologi

4.1 Membantu pekerjaan administrasi kesehatanDalam bidang administrasi kesehatan dapat membantu pekejaan dalam menyusun perencanaan (planning), untuk melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluation) dalan suatu upaya kesehatan.

4.2 Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan

Dengan diketahuinya penyebab suatu masalah kesehatan, dapatlah disusun langkah-langkahpenanggulangan selanjutnya, baik yang bersifat pencegahan dan ataupun yang bersifat pengobatan.

4.3 Dapat menerangkan perkembangan alamiah suatu penyakit (natural hystory of disease).

Pengetahuan tentang perkembangan alamiah ini amat penting dalam menggambarkan perjalanan suatu penyakit. Dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan perjalanan penyakit sedemikian rupa sehingga penyakit tidak sampai berkelanjutan. Dalam menerangkan perkambangan alamiah suatu penyakit dapat melalui pemanfaatan keterangan tentang frekwensi dan penyebaran penyakit, terutama penyebaran penyakit menurut kurun waktu. Dengan diketahuinya waktu muncul dan berakhirnya suatu penyakit,dapat diperkirakan perkembangan penyakit tersebut.

4.4 Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan.

Keadaan yang dimaksud disini merupakan perpaduan dari keterangan menurut ciri-ciri manusia, tempat dan waktu. Perpaduan yang seperti ini menghasilkan empat keadaan masalah kesehatan, antara lain :
Epidemi.

Epidemi adalah keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat berada dalam frekwensi yang meningkat.
Pandemi.

Pandemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (penyakit) frekwensi dalam waktu singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.
Endemi.

Endemi adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan (penyakit)frekwensinya pada suatu wilayah tertentu menetap dalam waktu yang lama.
Sporadik.

Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah (penyakit) yang ada disuatu wilayah tetentu frekwensinya berubah-ubah menurut perubahan waktu.



Status Gizi dan Faktor yang Mempengaruhi
bawah judul

A. Status Gizi
1. PengertianStatus gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000).

Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsir, 2001).

2. Penilaian Status Gizi

Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005). Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).

Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal (Soekirman, 2000).

Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri.

Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan.

Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).



Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO 2006 (WHO & Unicef, 2009).

Dalam panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) gizi buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri Kesehatan [Menkes] RI mengeluarkan SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun. Dengan keluarnya SK tersebut maka data status gizi yang dihasilkan mudah dianalisis lebih lanjut baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2002).

Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti Tabel 1.


*) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.

**) SD = Standard deviasi


Penelitian ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan diKabupaten/Kota, menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan penanganan sesuai standar. Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM tersebut adalah Balita yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki tanda-tanda klinis (Depkes, 2003).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah.

Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).

Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di Lombok Timur. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur disebabkan oleh Faktor karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu : pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat pendidikan ibu (2,32 kali), pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan (berisiko 15,64 kali), pengasuh anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama ASI eksklusif (2,57 kali), status imunisasi (10,28 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). Namun secara bersama (simultan), hanya pengetahuan ibu yang bermakna sebagai faktor risiko gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur. Pada penelitian ini faktor karakteristik keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil adalah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.

No comments:

Post a Comment