clicksor

Clicksor

bisnis paling gratis

Sunday, January 9, 2011

Dasar reaksi titrasi oksidimetri

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13322241/lieana.doc.html

Dasar reaksi titrasi oksidimetri adalah reaksi oksodasi reduksi antara zat penitrasi dan zat yang dititrasi. Permanganometri termasuk titrasi oksidimetri yang melibatkan KMnO4 dalam suasana asam yang bertindak sebagai oksidator sehingga ion MnO4- berubah menjadi Mn2+ sesuai dengan reaksi berikut:
5 e + 8 H+ + MnO4- → Mn2+ + 4 H2O permanganat adalah unsur pengoksidasi yang cukup kuat untuk mengoksidasi Mn (II) menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan berikut :3 Mn2+ + 2 MnO4- + 2 H2O MnO2(s) + 4 H+
Penentuan konsentrasi KMnO4 misalnya dapat dilakukan dengan larutan baku Natrium Oksalat. Pada titik ekivalen
jumlah ekivalen oksidator = jumlah ekivalen reduktor
jumlah ekivalen KMnO4 = jumlah ekivalen Na2C2O4
Senyawa Na2C2O4 juga merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian yang tinggi, stabil pada saat pengeringan , dan nonhigroskopik. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit, dan meskipun banyak penyelidikan yang telah dilakukan, mekanisme tepatnya tidak pernah jelas. Reaksinya berjalan lambat dalam suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan antara 60º -70ºC. bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya meningkat katika ion mangan(II) terbentuk. Mangan(II) bertindak sebagai katalis sehingga reaksinya disebut dengan autokatalitik karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4) di mana pada gilirannya secara tepat mengoksidasi ion oksalat kembali ke kondisi divalen.
Persamaan reaksi antara oksalat dan permanganat adalah:
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ → 2 Mn2+ +10 CO2 + 8 H2O

Pada percobaan titrasi permanganometri, didapatkan konsentrasi KMnO4 adalah 0,1 N dimana persen ralat KMnO4 adalah 50 % setelah pentitrasian. Pada penentuan kadar Fe didapat konsentrasi Fe sebesar 0,002 N, dan persen ralat Fe adalah 99 % dari larutan sampel.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ ( Day & Underwood, 1993 ).
MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H
Untuk menentukan kadar besi dengan terlebih dahulu diubah menjadi ferrosulfat baru dioksidasi menjadi ferrisulfat (anonim,2009.f)
5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O2Fe2+ + MnO- + 8H+
Dari reaksi ini digunakan:
1.H2SO4 agar reaksi cepat dan kuantatif.
2.H3PO4 agar warna Fe(III) luntur dengan pembentukan kompleks tak berwarna.

Setelah melakukan percobaan, maka praktikan dapat mengambil kesimpulan penting yaitu :
1.Permanganometri adalah metode titrasi menggunakan larutan KMnO4 sebagai titran.
2.Larutan KMnO4 distandarisasi dengan asam oksalat dan asam sulfat pada suhu 70-80oC, sehingga diperoleh konsentrasi KMnO4 adalah sebesar 0,1 N dan persen ralat sebesar 50 %.
3.Kadar Fe yang terkandung dalam sampel adalah sebesar 0,002 N dan persen ralat 99 %.
4.Dalam percobaan ini terdapat % ralat sebesar 99 %.
5.Larutan KMnO4 merupakan larutan yang sifatnya autoindikator sehingga dalam percobaan Permanganometri ini tidak diperlukan indikator yang lain.
6.Titrasi Permanganometri berlangsung dalam keadaan asam.

5.2 Saran
Dalam hal ini diharapkan kepada praktikan selanjutnya supaya :
1. Lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan titrasi.
2. Untuk menghindari terontaminasinya larutan KMnO4 diusahakan agar percobaan lebih cepat dilaksanakan
3. Menjaga suhu larutan konstan pada saat melakukan standarisasi .
4. Teliti melihat dan mengukur volume KMnO4 yang digunakan pada buret.






Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).


- Penentuan Kadar Cu2+ dalam CuSO4.5H2O
V Na2S2O3 = 0,55 mL
N Na2S2O3 = 6,25 N
Massa sampel = 1 gr
% Cu2+ dalam sampel = ……?
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
2 mgrek S2O32- = mgrek I2
2 (V x N) S2O32- = mol I2 x e I2
mol I2 = 2
= 2
= 0,0034375 mol
Reaksi :
2 Cu2+ + 4 I- 2 CuI- + I2
mol Cu2+ = 2 mol I2
= 2 x 3,4375 x 10-3 mol
= 6,8 x 10-3 mol
massa Cu2+ = mol Cu2+ x BA Cu2+
= 6,8 x 10-3 mol x 63,546 mol
= 0,4321 gr
% Cu dalam sampel =
=


ada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga. Penentuan kadar Cu2+ dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil pengenceran tersebut untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum. Bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman. Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih keruh.
I2 + amilum I2-amilum
I2-amilum + 2S2O32- 2I- + amilum + S4O6-
Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi dengan Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium tiosianat KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2Cu2+ + 2I- + 2SCN- → 2CuSCN ↓ + I2
Endapan tembaga(I) tiosianat yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah daripada tembaga(I) iodida sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain itu, tembaga(I) tiosianat mungkin terbentuk pada permukaan tembaga(I) iodida yang telah mengendap. Reaksinya sebagai berikut:
CuI¬ ↓ + SCN- → CuSCN ↓ + I-
Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi yang berlangsung adalah
2Cu2+ + 4 I- 2CuI + I2
2S2O32- + I2 S4O62-+ 2I-
dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda setelah penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah penambahan KCNS maka larutan menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan sampel sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu2+) dalam larutan sample tersebut adalah sebesar 43,21 %.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Kadar tembaga dalam garam CuSO4.5H2O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
3. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
4. Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam larutan sebesar 43,21 %.

1 comment:

  1. nice :)
    kunjungi blog saya juga yaa
    http://mel-rizky.blogspot.com/
    masii baru :)

    ReplyDelete