clicksor

Clicksor

bisnis paling gratis

Sunday, January 9, 2011

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING PERAN GURU DALAM MENGHADAPI MASALAH YANG TERJADI PADA SISWA

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13321312/BK.doc.html


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Suatu sistem pendidikan dapat dikatakan bermutu, jika proses belajar-mengajar berlangsung secara menarik dan menantang sehingga peserta didik dapat belajar sebanyak mungkin melalui proses belajar yang berkelanjutan. Proses pendidikan yang bermutu akan membuahkan hasil pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan. Untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu dan efisien perlu disusun dan dilaksanakan program-program pendidikan yang mampu membelajarkan peserta didik secara berkelanjutan, karena dengan kualitas pendidikan yang optimal, diharapkan akan dicapai keunggulan sumber daya manusia yang dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
Disiplin secara luas dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan dari lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin diperoleh dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan pembatasan peraturan yang diperlukan oleh lingkungan.
Seperti halnya kita ketahui bahwa suatu proses pembelajaran berhasil dalam kelas adalah salah satu factor yang menyebabkanya yaitu kenyamanan dan keamanan lingkungan baik dalam maupun dari luar kelas.



1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah saja masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa?
2. Apa factor penyebab masalah pada siswa?
3. Bagaimana peran guru dalam membantu menangani masalah siswa?

1.3 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini ada beberapa tujuan yang hendak kami capai untuk dapat dimengerti dan difahami oleh para pembaca antara lain:
1. Dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadipi oleh siswa.
2. Dapat mengetahui factor atau penyebab masalah yang terjadi pada siswa.
3. Dapat mrngetahui apa yang sebaiknya dilakukan oleh guru dalam menghadapi masalah yang terjadi pada siswa..














BAB II
KAJIAN TERORI

A Peran Guru
WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.
Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter),tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.

Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan lebih lanjut.
Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan. Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental. Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.

B. Tugas Guru Studi untuk dapat Membuka Wawasan
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika. Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi.
Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.
Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.
Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya.
Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu :
1. Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.
2. Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.
3. Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni.
Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.












BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Siswa Bermasalah
Sekolahan merupakan tempat instansi formal yang dijadikan tempat belajar bagi para sisw-siswanya. Sekolah terdiri dari berbagai karakter siswa yang berbeda-beda, perbedaan karakter siswa ini jelas terjadi karena perbedaan cara pandang dalm hidup mereka. Dalam kehidupannya, siswa-siswa ini tidak lepas dari segala macam masalah yang harus dihadapinya. Masalahnya pun beragam.
B. Faktor penyebab masalah yang terjadi pada siswa.
Anak memang tidak sama dengan orang dewasa, jalan pemikiran anak masih sering kali dikuasai oleh emosinya ya ng mengarah pada keinginan-keinginan bermain. Apabila setiap keluarga disoroti kemungkinan akan ada tidaknya persoalan dengan anak, maka akan terlibat macam-macam derajat kesulitan. Bahkan mungking saja bahwa tidak semua keluarga menyadari adanya suatu kesulitan. Permasalahan yang di sebabkan oleh kenakalan anak, justru sering menyangkut pihak-pihak lain. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Siswa Sekolah adalah:
1. Kenakalan anak menurut sebahagian para ahli merupakan kegagalan memperoleh respon yang dapat diterima oleh masyarakat atau kegagalan memperoleh pembenaran moral dan etis yang sesuai dengan budaya masyarakat. Dan sebab-sebab kegagalan tersebut bersumber dari problem perkembangan.
2. Psikologi anak yang menghadapi proses super ego anak kearah sosialisasi yang tepat dan memadai mungkin juga disebabkan tidak mampu menyesuaikan diri dengan standar prilaku yang umum di masyarakat sekitarnya.
3. Pengaruh lingkungan yang kurang baik.
4. Perhatian orang tua yang kurang terhadap anak
5. Pergaulan yang kurang terkontrol sehingga membawa pengaruh negatif.
6. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru dan teman-teman di sekolahnya dan lain-lain.
Jadi kenakalan anak diukur dengan standar nilai dan norma-norma sosial. Mungkin satu bentuk prilaku siswa dilingkungan masyarakat tidak sesuai dengan tolak ukur dari kebudayaan atau tradisi yang berlaku, maka bentuk-bentuk prilaku tersebut di pandang sebagai kenakalan. Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalam berpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerja sama.
Pemahaman sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang saling memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak, tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu diteruskan dengan cara otoriter sehingga ini memicu anak menjadi nakal.
Interaksi social memegang peran penting dalam perkembangan moral anak karena dapat memberikan dasar-dasar dari tingkah laku yang diterima masyarakat,memeberikan motivasi melalui apa yang diterima dan tidak diterima dalam kelompok. Interaksi pertama yang dialami anak adalah kehidupan keluarganya. Apa yang dianggap oleh guru sebagai pelanggaran serius atau kelakuan yang tidak layak sering berbeda dengan pendapat para ahli psikologi. Misalnya ciri-ciri non agresif kurang gaul, rasa cemas, suka menyendiri,muram, dan lain sebagainya hal itu dipandang serius bagi perkembangan pribadi anak oleh para ahli. Sebaliknya pelanggaran yang dipandang serius oleh guru seperti me nulis kata-kata jorok, membolos, menyontek, menentang, merusak, tidak di anggap penting oleh para ahli psikologi.


B. Peran Guru Prodi Dalam Menanggapi Masalah ini
Peran guru dalam menghadapi masalah yang terjadi pada siswa di kelas sangat lah penting. Salah satu cara yang bias dilakukan oleh guru dalam menghadapi siswa yang bermasalah adalah sebagai berikut :
1. Strategi menejemen kelas, Pakar manajemen kelas Carolyn Evertson dan rekannya membedakan antara intervensi minor dan moderasi dalam menangani perilaku bermasalah.
2. Invtervesi minor, Beberapa masalah hanya membutuhkan intervensi minor atau kecil. Masalah-masalah yang kerap muncul biasanya mengganggu aktifitas belajar di kelas. Misalnya, murid mungkin ribut sendiri, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin, bercanda sendiri, atau memakan permen di kelas. Strategi yang efektif antara lain adalah:
a. Gunakan isyarat non verbal, Jalin kontak mata dengan murid. Kemudian beri isyarat dengan meletakkan telunjuk jari di bibir anda, menggeleng kepala, atau menggunakan isyarat tangan untuk menghentikan perilaku tersebut.
b. Ters lanjutkan aktifitas belajar, Biasanya terjadi suatu jeda dalam transisi aktifitas dalam kegiatan belajar mengajar, dimana pada jeda tersebut murid tidak melakukan apa-apa. Pada situasi ini, murid mungkin akan meninggalkan tempat duduknya, mengobrol, bercanda dan mulai ribut. Strategi yang baik adalah bukan mengkoreksi tindakan mereka tetapi segera melangsungkan aktifitas baru berikutnya.
c. Mendekati murid, Saat murid mulai bertindak menyimpang. Anda cukup mendekatinya, maka biasanya dia akan diam.
d. Arahkan perilaku, Jika murid mengabaikan tugas yang kita perintahkan, ingatkan mereka tentang kewajiban itu. Anda bisa berkata, “Baiklah, ingat, semua anak harus menyelesaikan soal matematika ini.”
e. Beri instruksi yang dibutuhkan, Terkadang siswa melakukan kesalahan kecil saat tidak memahami cara mengerjakan tugas. Untuk mengatasinya anda harus memantau murid dan memberi petunjuk jika dibutuhkan.
f. Suruh murid berhenti dengan nada tegas dan langsung, Jalin kotak mata dengan murid, bersikap asertif, dan suruh murid menghentikan tindakannya. Buat pernyataan, singkat dan pantau situasi sampai murid patuh. Strategi ini bisa dilakukan dengan mengkombinasikan strategi mengarahkan perilaku murid.
g. Beri murid pilihan, Berilah murid tanggung jawab dengan memilih dua pilihan, bertindak benar atau menerima konsekuensi negatif. Beri tahu murid apa tindakan benar itu dan apa konsekuensi bila melanggar.
3. Intervensi moderat, Beberapa perilaku yang salah membutuhkan intervensi yang lebih kuat ketimbang yang baru saja dideskripsikan pada intervensi minor di atas, misalnya, ketika murid menyalahgunakan aktifitasnya, mengganggu, cabut dari kelas, mengganggu pelajaran, atau mengganggu pekerjaan murid lainnya. Berikut adalah strategi yang bisa dilakukan:
a. Jangan beri privilese atau aktifitas yang mereka inginkan, Bila anda memperbolehkan murid untuk berkeliling kelas atau mengerjakan tugas dengan murid lain dan ia malah menyalahgunakan privilese yang anda berikan atau mengganggu pekerjaan temannya, maka anda bisa mencabut privilesenya.
b. Buat perjanjian behavioral, Buatlah perjanjian yang bisa disepakati oleh semua murid. Perjanjian ini harus merefleksikan masukan dari kedua belah pihak yaitu guru dan murid. Jika muncul problem dan murid tetap keras kepala, guru bisa merujuk pada kesepakatan bersama yang telah dibuat.
c. Pisahkan atau keluarkan murid dari kelas, Bila murid bersenda gurau dan bersikap tidak mengindahkan peringatan, anda bisa memisahkan ia dari murid disekitarnya ataupun mengeluarkannya dari dalam kelas.
d. Kenakan hukuman atau sanksi, Menggunakan hukuman sebaiknya tidak melakukan tindakan kekerasan, tetapi bisa dilakukan dengan memberikan tugas mengerjakan soal atau menulis halaman tambahan.













BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Serangkaian masalah yang meliputi dunia kependidikan dewasa ini masih perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Mulai dari kualitas tenaga pendidik yang belum mencapai target hingga masalah kesejahteran guru.
Fakta di lapangan, permasalahan jauh lebih kompleks dalam lingkungan pendidikan kita. Boleh dikatakan tingkat kualitas dan kompetensi guru menjadi kendala utamanya, mulai dari guru yang tidak memiliki kelayakan kompetensi untuk mengajar mata pelajaran tertentu, hingga rendahnya tingkat profesionalisme guru itu sendiri.
Selain faktor yang berasal dari guru ada faktor yang ditimbulkan oleh siswa yang ada di dalam kelas. Sering kali siswa penjadi penyebab utama proses kegiatan belajar mengajar tidak sesuai dengan apa yang diharap pada silabus dan RPP. Salah satu sikap siswa yang sering menggangu adalah siswa yang bandel,suka usil,sehingga menyebabkan teman-temannya tergangu dan tidak konsentrasi dalam menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.
2. Saran
Sebagai calon guru prodi kita harus bisa bersikap profesional dalam menghadapi segala sesuatu yang mejadi kendala dalam proses belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas. Dan harus bisa mensikapi dengan bijak dalam menanganinya.




DAFTAR PUSTAKA
1. Syafrudin nurdin dan Basyiruddin Usman.Guru Profesional dan Implementas Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press. 2002. hlm.7
2. Kunandar. Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press. 2009. hlm. 47
3. Mahmud Khalifah dan Usamah Quthub. Menjadi Guru yang Dirindu; Bagaimana Menjadi Guru yang Memikat dan Profesional. Surakarta: Ziyad Visi Media. 2009. hlm.13
4. Santrock, John, W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencan Prenada Media Group.

No comments:

Post a Comment