clicksor

Clicksor

bisnis paling gratis

Sunday, January 9, 2011

Globalisasi

Download Disini : http://www.ziddu.com/download/13321270/add.doc.html

Apakah yang dimaksud dengan globalisasi ? Globalisasi disebut juga sebagai “global age”, sejak berakhirnya abad ke-20 dan merupakan permulaan dari millenium baru. Dalam pengertian yang paling simple, globalisasi dapat diartikan sebagai perlebaran (widening), pendalaman (deepning), dan percepatan (speeding up) dari “interconnectedness” global.
Sementara itu Robert Keohane dan Joseph nye dalam karya bersamanya menggambarkan globalisasi; apa yang mereka sebut dengan istilah globalisme, sebagai “sebuah situasi dunia yang melibatkan jaringan-jaringan interdepedensi pada jarak yang multikontinental”, lebih jauh mereka menggambarkan ketergantungan itu dalam lima bidang: ekonomi, budaya, masyarakat, lingkungan dan militer.
Konsep utama globalisasi ditekankan sebagai sebuah perenggangan dari aktivitas-aktivitas sosial, politik dan ekonomi melintasi batas-batas seperti kejadian-kejadian, keputusan-keputusan dan aktivitas dalam sebuah wilayah dunia dapat menjadi signifikan bagi individu-individu dan komunitas-komunitas yang ada dilain wilayah dunia. Dengan pengertian ini, globalisasi mewujudkan hubungan transregional, perolehan jaringan (networks) aktivitas sosial dan memungkinan terjadinya keterkaitan masyarakat lokal dengan kejadian-kejadian di bagian-bagian dunia lainnya, atau sebaliknya.
Lebih jauh globalisasi menekankan bahwa koneksitas lintas batas yang terjadi bukanlah sesuatu yang bersifat sesekali atau bahkan bersifat acak (random), tetapi justru lebih bersifat reguler dimana ada sebuah intensifikasi yang terdeteksi, atau perkembangan jarak yang lebih luas dalam hubungan, pola-pola interaksi yang jelas mengalir melebihi atau diluar keinginan komunitas konstituen dan negara.
Selanjutnya, perkembangan ekstensitas dan intensitas dari hubungan global dapat juga ditegaskan sebagai percepatan interaksi global dan sebagai proses perkembangan sistem dunia baik dalam transportasi, kemajuan komunikasi yang meningkatkan kecepatan difusi ide-ide, pemikiran-pemikiran, benda-benda, informasi, kapital, dan juga manusia secara global. Dengan adanya korelasi antara faktor-faktor lokal dan global tersebut, maka konsekuensi yang terjadi menjadi lebih besar dan batas antara persoalan domestik dengan hubungan global menjadi sangat kabur.
Jika disimpulkan secara umum, pendefinisian, penekanan dan inti dari globalisasi adalah sebuah proses interkoneksitas antara bidang-bidang baik ekonomi, sosial, politik, militer dan sebagainya yang melintasi batas-batas wilayah. Globalisasi juga didentikkan sebagai sesuatu yang meskipun terkadang dapat diprediksikan, tetapi tidak mungkin dapat dihindari. Gambaran globalisasi juga memperlihatkan gejala antara lain; peningkatan yang tajam dalam perdagangan internasional; investasi; arus kapital; kemajuan dalam bidang teknologi dan meningkatnya peran institusi-institusi multilateral bersamaan dengan semakin melemahnya kedaulatan negara.
Dimensi-dimensi Globalisasi
Globalisasi adalah konsep yang sangat elastis dan dapat dirumuskan melalui berbagai sudut pandang. Sehingga tidak sedikit perdebatan mengenai terminologi globalisasi. Namun globalisasi diterima secara umum sebagai sebuah proses menyatunya masyarakat dunia menjadi tergabung sebagai sebuah masyarakat tunggal dunia, yaitu global society. Proses Globalisasi terjadi diberbagai elemen kehidupan, dengan bentuk dan dampak yang berbeda-beda. Dimensi-dimensi globalisasi yang cukup penting, antara lain:
Globalisasi Ekonomi digambanrkan sebagai masa ketika pasar bebas terjadi, peningkatan yang tajam dalam perdagangan internasional, investasi, arus kapital, kemajuan dalam bidang teknologi dan meningkatnya peran institusi-institusi multilateral. Dalam ekonomi global institusi-insitutsi keuangan dan kerjasama-kerjasam global lainnya melakukan aktivitasnya tanpa ikatan nasional. Bahkan kini mereka mampu mempergunakan pemerintah untuk membubarkan setiap aturan-aturan nasional dalam aktivitas mereka.
Sebenarnya globalisasi dalam perspektif kritis transformatif juga merupakan paham yang mengacu pada liberalisasi ekonomi klasik ala Adam Smith yang berisikan doktrin privatisasi, penghapusan subsidi, deragulasi, dan minimalisasi peranan negara dalam bidang ekonomi. Hanya saja karena kondisi dan situasinya yang telah berubah ia kemudian menjelma menjadi liberalisme baru (neoliberalisme). Istilah ini mengandaikan pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam kancah ekonomi global, seperti yang dikehendaki perusahaan kapitalisme Trans National Coorporations (TNCs) dengan menggunakan kesepakatan World Trade Organisation (WTO) serta difasilitasi oleh lembaga keuangan global seperti IMF dan Bank Dunia.
Global ekonomi adalah interkoneksi, tetaapi pola hubungannya bukan zero-sum game. Sebaliknya ia lebih memberikan jalan dari win/lose menjadi win/win. Masing-masing stakeholders bisnis ekonomi global, apakah ia pembisnis, pemerintah, atau interest group, tidak lagi perlu melakukan usaha secara bersama-sama untuk memecah permasalahan-permasalahan yang bermunculan. Bisinis adalah mesin ekonomi dunia. Pemerintah adalah mesin politik.
Persoalannya adalah institusi-institusi ekonomi global ini seringkali memasukkan nilai-nilai baru dan menekan pemerintah untuk melaksanakan isu yang mereka inginkan. Dengan besarnya ketergantungan pemerintah terhadap lembaga atau institusi internasional, berarti tidak ada kata untuk menolak penetrasi nilai-nilai atau isu baru tersebut.
Besarnya pengaruh negara-negara besar seperti Eropa dan Amerika Serikat dalam lembaga atau institusi-institusi internasional juga merupakan ancaman bagi negara-negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada institutsi tersebut. Apalagi ada kecenderungan dari negara-negara berpengaruh tersebut untuk menjadikan institusi internasional sebagai alat mencapai kepentingan nasionalnya.
Globalisasi sosio-budaya, juga merupakan dimensi menarik yang terjadi dalam globalisasi. Dimanan masyarakat dunia menyata sebagai satu masyarakat global (global society). Kewarganegaraan tidak lagi mengikat, semangat kebersamaan tidak lagi dapat dikotak-kotakan hanya berdasarkan wilayah negara, tetapi lebih jauh ada kebersamaan yang tercipta secara global dengan ikatan hal-hal yang bersifat lebih universal, seperti demokrasi, HAM atau kemanusiaan dan lingkungan hidup.
Menyatunya masyarakat dunia otomatis juga melebutkan budaya yang mengkotak-kotakannya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan media, mempercepat proses integrasi atau penyebaran nilai-nilai, ide-ide, yang ada dan pada akhirnya “memaksa” terciptanya budaya global. Dalam kondisi ini, negara-negara dengan teknologi canggih adalah pihak yang menang. Sebaliknya negara-negara yang lemah secara ekonomi dan teknologi menjadi sangat mudah terbawa budaya negara maju yang dijadikan budaya global. Katakanlah ketika musik-musik Barat dijadikan patokan kemajuan seni musik, termasuk media-media maju yang selalu dijadikan acuan informasi bagi kebanyakan negara didunia.
Globalisasi Militer yang jelas terlihat selama abad yang lalu hingga kini antara lain adalah: imperialisme dan persaingan geopolitik kekuatan-kekuatan besar; perkembangan sistem aliansi internasional dan struktur keamanan internasional, munculnya perdagangan senjata dunia bersamaan dengan difusi teknologi militer diseluruh dunia; dan institusionalisasi rezim global dengan hak hukum atas hubungan militer dan keamanan (contoh: the international nuclear non-proliferation regime).
Globalisasi militer dapat juga dipahami secara kasar sebagai sebuah proses yang menciptakan perkembangan secara ekstensif dan instensif dari hubungan militer diantara unit-unit politik yang ada dalam sistem dunia (dalam hal ini hubungan militer dan kekuatan militer dianggap sebagai bentuk organisasi kekerasan). Dengan pengertian tersebut, globalisasi militer memperluas jaringan hubungan dan keterikatan militer di dunia. Termasuk juga perluasan inovasi teknologi militer yang ujungnya menyusun kembali dunia kepada sebuah single geostrategic space (wilayah geostrategi tunggal).
Proses tersebut lebih jauh akan memberikan tekanan dan membawa kekuatan sentral militer dekat dengan konflik, sebagai dampak dari pesatnya proliferasi kepabilitas untuk mengembangankan kekuatan besar yang destruktif melintasi batas-batas wilayah. Keputusan militer juga semakin kecil artinya dengan konsekuensi bahwa mesin-mesin militer dan persiapan militer menjadi permanen dan telah menjadi gambaran umum kehidupan sosial modern saat ini.
Itulah sebabnya mengapa pembagian globalisasi kedalam berbagai dimensi dapat saja menjadi tidak sesuai, karena perubahan dalam dimensi-dimensi globalisasi kadang kala tidak terjadi secara terpisah. Masing-masing dimensi juga sering menunjukkan efek-efek yang berkaitan satu sama lain. Meskipun demikian globalisasi menggambarkan dunia dengan multiple channels diantara masyarakat dunia dengan aktor yang tidak hanya negara dan juga isu-isu yang beragam, serta tersusun dalam interdependen yang kompleks diantara negara-negara.
Pengertian Globalisasi
Dekade-dekade sekarat dalam abad ke-20 ini telah menyaksikan pertumbuhan globalisasi; sebuah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan drastis dalam tubuh masyarakat global, setelah jatuhnya Uni Soviet dan berakhirnya perang dingin. Selama lebih dari 50 tahun sejak berakhirnya perang dunia ke-2 perseteruan ideologi dan konflik yang terjadi antara kapitalisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Komunisme di bawah Uni Soviet telah men-ominasi situasi politik global. Sedangkan bagian lain dunia ini yang kenyataannya terdiri dari negara-negara yang baru saja merdeka, masih terus berjuang untuk bertahan setelah dijajah selama berabad-abad untuk keluar dari keterbelakangan ekonomi. Selama mengalami penjajahan bangsa asing, bangsa-bangsa ini telah kehilangan porsi substansi dari warisan bangsa mereka berupa ilmu pengetahuan tradisional, gaya hidup, ciri bahasa, hubungan sosial antar mereka, kehilangan kestabilan ekonomi dan identitas nasional mereka. Kedua-duanya paham, baik kapitalisme ataupun komunisme kemudian menawarkan “wortel” kepada dunia ketiga untuk membeli dukungan politik dari mereka. Negara industri itu juga menjanjikan prospek yang lebih baik kepada bangsa-bangsa bekas jajahan ini melalui panduan teknik dari mereka, bantuan finansial, perdagangan internasional, investasi dari negara asing dan kemajuan ekonomi.

Sebagai salah satu sistem global, kapitalisme telah keluar sebagai pemenang dengan mengalahkan “kerajaan jahat” (evil empire) atau Uni Soviet dan pada akhirnya lahirlah pemerintahan negara-negara baru. Di era post kapitalisme, globalisasi telah menjadi sebuah kendaraan untuk membawa paham kapitalisme ke negara-negara non kapitalis melalui liberalisasi institusi-institusi finansial, swastanisasi badan-badan usaha negara, pengurangan peran pemerintah dalam ekonomi, peningkatan produksi untuk ekspor, penyebarluasan paham demokrasi liberal, dan pendalaman integrasi dalam sistem ekonomi global. Pertumbuhan pesat teknologi komunikasi menfasilitasi pengadaan informasi, mengkonsentrasikan kekuatan ekonomi dan finansial melalui kebijakan yang dibuat di tingkat global. Kita diberitahu bahwa sekaranglah “akhir sebuah sejarah” (the end of history) dan dimulainya sistem pemerintahan negara-negara baru yang menganut paham demokrasi liberal. Jadi bisa dikatakan dengan dibukanya pasar global dan peningkatan daya saing, globalisasi telah menjanjikan sebuah harapan bagi berjuta-juta rakyat miskin. Bagaimanapun juga, globalisasi juga merupakan sebuah tantangan untuk negara non industri, karena mengenalkan reformasi radikal dan rekonstruksi program yang bertujuan untuk menfasilitasi pergerakan bebas dari berbagai barang, layanan informasi, manusia, uang, berita, ideologi-ideologi, sebagaimana yang dijelaskan oleh Malcom Walters: “Bangkitnya paham kapitalisme menghadirkan dinamisasi global makro. Kapitalisme merupakan bentuk produksi yang efektif yang telah memberikan keistimewaan berupa kekuatan untuk mengambilnya. Kekuatan ini dapat digunakan untuk mengurangi atau babkan menghapus otoritas agama, politik, militer dan sumber kekuatan lainnya.”(1)
Tidak ada definisi tunggal untuk mendeskripsikan proses terkini globalisasi. Dikarenakan aspek multidimensinya globalisasi sering dideskripsikan sebagai proses yang tidak jelas, tidak menentu dan penuh kontradiksi. Jadi makna sebenarnya globalisasi untuk negara-negara non industri tetap saja kabur. Dengan pertumbuhan pesat teknologi komunikasi dan meningkatnya ketergantungan antar individu, golongan-golongan dan antar negara secara luas, globalisasi menawarkan kepada dunia satu keadaan di mana penduduk dunia dengan berbagai budaya kepentingan politik dan ekonomi dalam situasi tertentu dapat menjadi dekat satu sama lain.(2) Penduduk dunia di berbagai tempat dapat dihubungkan secara mudah dengan penggunaan komputer, satelit, telepon, mesin faksimil dan televisi. Terlebih lagi bisnis transportasi, dengan pengurangan ongkos perjalanannya, telah mendekatkan jarak yang tadinya jauh dan meningkatkan pergerakan manusia untuk melintasi dunia.
Masyarakat global baru juga disebut sebagai masyarakat dengan era informasi terkini yang satu sama lainnya dihubungkan dengan berbagai jenis sistem komunikasi mutakhir. Sebagai konsekwensinya, budaya baru global telah berkembang dan didominasi sebagian besar oleh ciri-ciri modernisasi, gaya hidup konsumerisme yang merupakan ciri-ciri budaya Barat. Pengertian luasnya, globalisasi berarti ketergantungan/keterkaitan antar manusia menjadi semakin besar di berbagai bela-han dunia ini. Di dalam situasi dunia yang seakan-akan mengecil seperti ini, meningkatnya intensitas hubungan secara meluas ke berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, budaya, politik, ideologi, agama, bahasa/literatur, ilmu pengetahuan, lingkungan maupun teknologi. John Tomlinson telah mengintisarikan arti dari globalisasi sebagai berikut: “Proses hubungan yang rumit antar masyarakat luas dunia, antar budaya, institusi dan individual Globalisasi merupakan proses sosial yang mempersingkat waktu dan jarak dari pengurangan waktu yang diambil baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi dengan dipersingkatnya jarak dan waktu, dunia dilihat seakan-akan semakin mengecil dalam beberapa aspek, yang membuat hubungan manusia antar satu dengan yang lain semakin dekat.”(3)
Dengan kata lain aspek multidimensi dari globalisasi mengekalkan terjadinya perubahan dramatik di berbagai jenis hubungan antar manusia dengan mempengaruhi sikap-sikap individu, nilai-nilai moral dan kode etik, kepercayaan, agama, kedan-latan bangsa, budaya dan gaya hidup.
Globalisasi merupakan proses rumit yang melibatkan semua unsur dari kehidupan manusia seperti aspek sosial, politik, ekonomi, budaya, agama, bahasa dan teknologi.
Hingga saat ini, globalisasi tetap merupakan proses rumit bukan hanya karena definisinya yang tidak jelas, tapi juga karena dampak yang ditimbulkannya. Seperti yang dikatakan Giddens: “Globalisasi merupakan proses rumit dan bukan merupakan suatu proses lunggal. Proses-proses rumit ini juga berlanjut dalam model “yang berlainan dan berlawanan.”(4)
Di antara proses-proses yang lainnya, globalisasi dapat dilihat sebagai kekuatan dramatis yang menyebabkan perubahan “dalam aspek sosial budaya di semua lapisan masyarakat”. Pemenang-pemenang dari pemain global ini adalah siapa yang dapat memperkekal globalisasi dengan melakukan kontrol di atas semua faktor-faktor yang berlawanan dengan tujuan globalisasi. Globalisasi budaya menghadirkan ciri-ciri penting dari masyarakat baru global. Era post kapitalis telah mendukung penyebarluasan nilai-nilai Barat te-masuk hak asasi manusia (HAM), kode etik, kemerdekaan, demokrasi, dan paham sekuler-liberal. Jalan menuju pembangunan masyarakat “desa global” memerlukan standarisasi dari nilai-nilai dan dikuranginya peran budaya dan khasanah bangsa dalam ekonomi nasional. Kebanyakan dari negara-negara non industri adalah negara miskin dari segi ekonominya, lemah dalam pendidikan, keuangan yang makin merosot, terbelakang dalam teknologi dan ketidaksanggupan ilmu pengetahuan mereka untuk merespon secara efektif dari tantangan yang mereka hadapi di era globalisasi.
Pembuat-pembuat kebijakan di negara non industri ini berada dalam sebuah ilusi bahwa “akhir sejarah” adalah satu realita biasa dan satu-satunya jalan untuk memacu pertumbuhan adalah dengan ikut menganut paham demokrasi liberal. Sayangnya, rentang perbedan ilmu pengetahuan antara Barat dan belahan dunia lainnya sangatlah luas sehingga memerlukan sumber-sumber pemasukan untuk mengurangi perbedaan itu.
Yang disayangkan hanya sedikit seka-li penduduk dunia ini yang dapat meman-faatkan sistem informasi yang telah me-masyarakat secara luas itu. Dengan kata lain, akses untuk mendapatkan komunikasi modern sangatlah terbatas. Sebagai contoh, penggunaan komputer pribadi di negara-negara berkembang terhitung hanya 2,5 dari 100 orang, berbanding 43,3 dari 100 orang dari negara-negara yang penduduknya mempunyai pendapatan lebih pada tahun 2001. Hanya 0,2 dari 100 orang yang dapat mengakses internet di negara-negara berkembang, berbanding 40 dari 100 orang di negara-negara maju. Singapura dengan populasi sebanyak 4 juta orang, 500 ribu penduduknya mempunyai komputer pribadi. Internet memang menyediakan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan, tetapi ini hanya bermanfaat kepada pemakainya saja. Dapat dikatakan bahwa 2 dari 3 orang AS dapat mengakses internet. Tapi hanya 1 dari 5000 orang yang dapat mengakses internet di seluruh Afrika. Contoh lainnya, sambungan telepon dapat lebih banyak ditemukan di Manhattan, New York daripada di seluruh bagian sub Sahara Afrika.
Jadi negara-negara berkembang dengan akses teknologi komunikasi yang terbatas, mempunyai penduduk yang menjadi konsumen dari berbagai macam informasi dan budaya-budaya asing yang dibuat dan didistribusikan oleh perusahaan media massa internasional.
Globalisasi dalam sistem tersebut menjadi jaringan kerja global Lintuk pendistribusian berbagai produk dari Barat seperti film-film, ide-ide, gaya hidup, musik, seks bebas, nilai-nilai dan ideologi-ideologi mereka.
Negara-negara berkembang tidak dalam posisi siap untuk menghentikan arus informasi-informasi tersebut ke dalam masyarakat mereka dikarenakan terbatas-nya teknologi komunikasi dan sarana media penyiaran.
Budaya Global
Budaya adalah suatu konsep multidimensi yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan. Konstruksi suatu budaya memungkinkan untuk berada di setiap level yang berbeda-beda di semua populasi, baik di desa, kota, pedalaman, metropolis atau tingkat global. Budaya juga: “melampaui balas suatu ideologi dan substansi identitas individual dalam masyarakat, kesadaran kcseragamaunya bahasa, elnik, sejarah, agama, adat kebiasaan, institusi-institusi. Rujukan kepada salu pola hidup menandakan adanya ’pondasi budaya’ dan simbol identitas bangsa tersebut.”(5)
Dengan melihat makna lain dari budaya, Ensiklopedia Britannica terbaru mendehnisikan budaya sebagai berikut: “Budaya adalah model dari ilmu pengetahuan manusia, kcpercayaan dan pola tingkah laku yang satu. Budaya kemudian dilihat mempunyai aspek-aspek dari segi bahasa, ide, keyakinan, adat istiadat, kode moral, institusi, teknologi, seni ritual, upacara-upacara dan komponen-komponen lainnya yang saling berkaitan. Perkembangan budaya tergantung kepada kapasitas mauusia untuk terus mempelajari budaya itu dan mentransmisikan ilmu pengetahuan mereka kepada generasi berikutnya.”(6)
Budaya global yang disebarluaskan globalisasi, adalah budaya Barat yang bertujuan untuk menyebarkan suatu produk homogen. Bagaimanapun juga, produk suatu budaya dengan ciri “materialistiknya dapat menyebabkan pergolakan dan konflik sosial di masyarakat non Barat,” yang mempunyai warisan budaya dan kehidupan relijius yang berbeda-beda.
Dengan dikontrol oleh hanya segelintir pemain, globalisasi mempromosikan suatu kepentingan atau interest global dari pemain tersebut. Globalisasi terjadi tidak seimbang dan hanya memberi keuntungan untuk golongan kelas menengah dan atas, di daerah perkotaan. Sementara masyarakat pedesaan dan golongan rakyat kecil, bukan menjadi sasaran globalisasi. Ketidaksamarataan pendapatan global baik antar ataupun di dalam negara-negara itu sendiri menyebabkan kecenderungan kecemburuan sosial dan ancaman-ancaman lain terhadap keamanan umat manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh PBB: “Mengalirnya arus budaya yang tidak seimbang pada masa ini karena berat sebelah pada satu sisi saja, yaitu dari negara kaya ke negara miskin. Ekspor terbesar dari Amerika Serikat bukanlab pesawat terbang atau automobil, melainkan ekspor hiburan-hiburan. Film-film Hollywood yang telab mendapatkan keuntungan lebib besar dari 30 juta dollar dari seluruh penjuru dunia pada tahun 1997. Meluasnya jaringan media global dan teknologi satelit komunikasi membangkitkan medium global baru yang berkekuatan super, jumlah dari televisi pribadi yang dimiliki 1000 orang bampir berjumlab 2 kali lipatnya antara tahun 1980 dan 1995 dari jumlah 121 menjadi 238. Penyebaran merk-merk produk global seperti Nike, Sony, telab membentuk standard baru dari Delhi ke Warsawa kemudian ke Rio de Jainero. Serangan dari budaya asing seperti itu membuat budaya masing-masing bangsa berada dalam resiko dan akan membuat masarakat luas kehilangan identitas budaya mereka.”(7)
Dalam budaya plural kita, terdapat 10000 jenis penduduk dengan budaya yang berbeda-beda di 200 negara. Masing-masing dari budaya tersebut sangat unik dengan beragam sejarah, khasanah, sosial, literatur dan adat istiadat tradisionalnya. Budaya adalah sumber motivasi dan perubahan dalam segala aspek di masyarakat demi pertumbuhan ekonomi, perkembangan umat manusia, lingkungan yang kita lindungi, nilai-nilai keluarga yang berusaha kita selamatkan, dan institusi-institusi masyarakat lainnya.
Jadi, budaya bukan hanya alat untuk tumbuh kembangnya nilai-nilai suatu materi, tetapi juga merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, menciptakan ide-ide baru, menciptakan beragam ilmu pengetahuan, mempromosikan pengertian antar umat manusia dan pentingya hubungan sosial dan meningkatkan spiritualitas.
Dalam beberapa hal, superioritas telah memberi pengaruh besar kepada pemakainya, untuk memproduksi dan mendistribusikan beragam karya kita; barang, layanan termasuk budaya. Di tahun-tahun terakhir ini, dominasi teknologi Barat telah membantu mereka menciptakan “Budaya Global” yang pada intinya berfungsi untuk menghadirkan barang-barang dan produk hiburan dari Barat. Dampak langsung dari teknologi adalah kekuatan untuk mentransformasikan masyarakat termasuk budaya. Teknologi mengenalkan perubahan radikal di dalam sistem ekonomi yang mempengaruhi nilai-nilai tradisionil, hubungan sosial, peraturan tingkah laku manusia. Dalam istilah luasnya distribusi dari kekuatan globalisasi dapat dilihat berdasarkan siapa yang memiliki teknologi dan siapa yang tidak.(8)
Pada era global ini, ada suatu kebutuhan untuk diadakannya pengertian antar budaya dalam setiap masyarakat. Adanya interkoneksi antar budaya di berbagai belahan dunia ini tidak pernah terjadi sebelum era globalisasi. Malcolm Waters menggambarkan budaya global sebagai suatu kekacauan (chaos), sebagai wujud konsekuensi adanya perbedaan umat manusia. la berargumentasi: “Budaya global merupakan suatu chaos dan bukannya keteraturan seperti yang kita harapkan, ini merupakan satu bentuk integrasi yang komponen-komponennya saling berkaitan tetapi tidak menjadi satu. Globalisasi budaya yang absolut juga melibatkan pembuatan nilai-nilai baru tersendiri yang sangat berbeda, baik dari segi cita rasa ataupun gaya bidup yang dapat diakses secara mudah oleh masing-masing individu tanpa tujuan pasti, baik itu sekedar ajang ekspresi diri atau konsumsi tetap. Di bawah pengaruh budaya global ini, Islam tidak hanya dikaitkan dengan negara-negara Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia, tetapi dapat juga di akses belahan lain dunia ini dengan mengamalkan nilai-nilai murninya seperti yang menjadi tujuan utama Islam, seperti halnya penyebaran ideologi politik. Adanya nilai-nilai politik dari properti privat yang saling mendahului dan bagi-bagi kekuasaan dapat dikombinasikan untuk menciptakan sebuah ideologi ekonomi terkini. Suatu budaya mendukung adanya arus deras yang membawa berbagai informasi, komitmen baru, nilai-nilai baru, cita rasa baru melalui alat komunikasi pribadi, simbol-simbol yang digunakan dan simulasi elekironik.” (9)
Imperialisme Budaya
Selama dua dekade terakhir ini, masyarakat dunia telah mengalami perubahan sosial yang tidak berkaitan satu sama lain, tetapi melingkupi segala aspek dari usaha umat manusia. Dalam tubuh masyarakat non-Barat, di mana gaya hidup tradisional, termasuk praktek kebudayaan yang sangat khas ini masih muncul, perubahan drastis tersebut diharapkan dapat memberi efek positif untuk kemajuan masyarakat tersebut di masa depan. Dalam tahun berikutnya globalisasi pasar dan penyebarluasan informasi telah menyebabkan tingginya gaya konsumsi dan jalan hidup dari Barat untuk disebarkan ke semua mayarakat ke berbagai tempat. Terlebih lagi kemajuan di bidang komunikasi telah memungkinkan banyak ide-ide baru, ideologi, seni, bahasa dan beragam ilmu pengetahuan untuk melintasi seluruh penjuru dunia. Proses globalisasi juga terdiri dari faktor-faktor yang men-jadi ancaman bagi satu kebudayaan asli di berbagai tempat di dunia ini. Dengan kata lain “proses globalisasi juga menciptakan bentuk baru aliansi budaya yang unik yang terdapat pada satu bangsa atau etnik tertentu”.(10)
Globalisasi telah meminimalisir perlindungan terhadap budaya lokal melalui proses liberalisasi (swastanisasi) pasar dan perdagangan luas di banyak negara berkembang. Distribusi luas produk budaya barat seperti film, literatur, gaya hidup, nilai-nilai baru melalui media elektronik, siaran satelit, internet, koran-koran dan majalah telah mencemari budaya lokal.
Dominasi dan pengaruh media Barat dan kontrol mereka atas teknologi di dunia ini telah membuat negara-negara berkembang semakin kesulitan untuk mem-batasi penyebaran program-program budaya asing dan informasi dari luar yang tidak sesuai dengan budaya mereka. Budaya global baru, khususnya gaya hidup Amerika yang materialistik, film-film Hollywood, nilai-nilai kebebasan pribadi menghadirkan bentuk lain dari pengaruh hegemoni mereka yang berkedokkan kemajuan teknologi dan hasil produk-produk dari negara-negara kaya. Bahaya dari budaya baru tersebut berbentuk pemaksaan untuk digunakannya ideologi asing, pendidikan dan nilai-nilai pada masyarakat di negara-negara berkembang ini dengan membuat mereka menjadi konsumen produksi perusahaan multinasional itu.
Pada era pasca penjajahan di negara-negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia, proses modernisasi mereka berwujudkan perubahan sosial, yang berusaha untuk mereka selaraskan dengan modernisasi gaya Barat. Contohnya, pada kasus Afrika Utara, budaya dan bahasa Perancis sangat mengakar kuat sampai pada tahap di mana bagian substansi dari budaya Islam sudah punah begitu saja. Contoh dari Tunisia, Presiden Habib Burgaiba sampai-sampai menyalahkan Islam dan menyatakan nilai-nilai Islam sebagai lambang dari keterbelakangan dan tidak berkembangnya suatu masyarakat. Walaupun budaya Barat mempunyai peran positif, tetapi semua itu tidak dapat menggantikan ilmu pengetahuan milik mereka sendiri dalam kaitannya untuk mengatasi masalah lingkungan mereka, hubungan sosial antar mereka sendiri ataupun usaha mereka untuk maju.
Sebenarnya, ada ketidakselarasan pada hubungan rumit antara teknologi Barat dan proses indutrialisasi mereka dengan budaya sosial dan ciri khas lingkungan dalam masyarakat-masyarakat non-Barat. Setidaknya, sampai negara-negara berkembang itu belajar bagaimana berhadapan dengan resiko dari teknologi Barat dan mengembangkan kemampuan manajerialnya, menemukan teknik untuk menemukan solusi, membangun unsur-unsur keamanan, melindungi budaya milik mereka dan tahu kapasitasmereka sendiri bagaimana memanfaatkannya, mereka tetap saja akan mengalami kesulitan disebabkan ilmu pengetahuan dari Barat ini.
Ali Mazrui berpendapat, bahwa: “Walaupun Afrika telab lepas dari pemerintahan penjajah, ia seharusnya bertanya pada dirinya sendiri, defacto, bagaimana seharusnya ia menjalani modernisasi bidang ekonomi tanpa harus mengalami westernisasi budaya. Pada realitanya, Afrika justru mengalami westernisasi budaya dan bukannya westernisasi ekonomi. Afrika berhadapan dengan dua resiko (double jeopardy). Pertama, ia terlalu cepat mengalami westernisasi, dan kedua westernisasi budaya itu sendiri adalab produk budaya Barat yang tidak sesuai dengan identitas mereka. Mozambique contohnya, mengalami westernisasi dalam cara sembahyang mereka dan bukannya dalam bidang-bidang produksi lainnya, kemudian westernisasi dalam usaha mereka beradaptasi tetapi bukan dalam usaha mereka untuk menemukan sesuatu yang baru. Terakhir, westernisasi dalam busana tetapi bukan dalam komputer.”(11)
Meningkatnya keterkaitan (interkoneksi) antar umat manusia menandakan bahwasanya pemerintah suatu bangsa tidak mampu lagi melindungi warisan budaya nenek moyang mereka. Globalisasi telah menentukan garis batas wilayah antar umat manusia dengan adanya penyebaran informasi melalui media massa jaringan internasional dan internet. Batas antar negara yang nyata secara fisik tidak lagi diindahkan dengan adanya penyebaran secara luas tersebut. Untuk sebagian pihak, terutama pihak-pihak yang menginginkan adanya arus perubahan, globalisasi harus bertanggungjawab untuk perubahan sosial global pada masa ini, ter-masuk juga perubahan pada lingkungan budaya, arus politik teknologi maupun ekonomi mereka. Mereka melihat globalisasi merupakan suatu kekuatan perubahan yang bertanggung jawab atas terjadinya gejolak massa disuatu negara, ekonomi, institusi internasional dan kese-luruhan pemerintahan di dunia.(12)
Tidak diragukan lagi, interaksi-interaksi tersebut menjadikan manusia di semua belahan dunia menerima produk budaya asing dan jenis hubungan sosial yang tidak disaring terlebih dahulu. Kekuatan yang menghubungkan paham kapitalisme dengan produksi dan distribusilah yeng mengendalikan globalisasi. Dominasi dan kekuatan ini berada dalam perdagangan dan sistem finansial internasional sehingga dapat memungkinkan mereka untuk memaksakan produksi mereka dibeli seluruh dunia. Dengan kata lain, produksi budaya hasil globalisasi yang dibanggakan dan diutamakan adalah produk budaya Barat. Sehingga terjadi “ketimpangan antara budaya Barai dan budaya lokal masing-masing bangsa. Jadi, globalisasi bukanlah proses yang inklusif, integratif, pluralis dan juga bukan proses yang seimbang atau proses sintesis melainkan budaya global adalah budaya yang dipaksakan untuk dibeli dan menggantikan posisi budaya lokal hasil pengalamau sejarah masing-masing bangsa. Secara singkatnya globalisasi adalah ekspansi global budaya Barat.”(13)
Pandangan tersebut juga disetujui Malcolm Waters yang mengatakan: “Globalisasi adalah konsekuensi langsung dari ekspansi budaya Eropa yang melintasi seluruh planet ini, baik melalui cara mereka menjajah, memaksakan dibelinya budaya merekadan gaya pendidikan mereka. Globalisasi juga merupakan “kunci” kejayaan kapitalisme dan itu semua sudah terwujud di berbagai arena politik dan budaya”.(14)
Budaya dan adat istiadat adalah ciri dan faktor penting yang dimiliki masing-masing bangsa. Jadi, negaralah yang memainkan peranan penting untuk melindungi nilai-nilai asli milik masyarakatnya. Di kebanyakan negara-negara berkembang, perlindungan untuk warisan budaya itu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah. Pemerintah biasanya berusaha untuk melindungi situs-situs dan mengalokasikan dana besar untuk men-gadakan festival-festival budaya guna memasyarakatkan kekayaan budaya bangsa dan mempromosikan industri wisata mereka.
Bagaimanapun juga, ada suatu kecenderungan bahwasannya peran pemerintah itu telah mengalami erosi disebabkan arus globalisasi. Pemerintah negara itu tidak mampu lagi memberikan layanan bidang sosial budaya mereka dikarenakan adanya perubahan kebijakan mereka yang lebih menitikberatkan pada upaya peningkatan ekspor dan daya saing global mereka. Dengan kata lain, globalisasi telah melemahkan kemampuan pemerintah untuk melindungi warisan budaya mereka dan untuk menyambung masa lalu dengan masa depan.
“Konsekwensi penting lainnya dari globalisasi adalab usaha globalisasi itu untuk menciptakan atau menguatkan hubungan antar kelompok-kelompok di dunia yang mempunyai kepentingan-kepentingan dan gaya bidup yang sama. Jadi, sebuah goiongan minoritas di negara-negara miskin dapat dihubungkan dengan golongan kelas menengab-atas di negara-negara industri. Budaya yang dimiliki bersama telab membuat kaum muda di seluruh penjuru dunia menjadi satu. Hubungan sosial budaya tersebut lebib menguatkan jaringan perdagangan internasional, produk-produk finansial dan investasi yang telah ditanam. Poin-poin dari kesamaan kepentingan ini telab melewati batas-batas negara dan berarti ikatan antar golongan dalam negara masing-masing menjadi semakin lemab.”(15)
Makin deras arus wisatawan manca negara pada tahun-tahun akhir ini juga ikut mengenalkan jenis hubungan sosial yang masih asing dan membawa produk budaya baru termasuk makanan, minuman, baju, obat, narkoba, seks bebas yang tidak selaras dengan tatanan sosial dari negara-negara yang menerima mereka. Seperti yang dijelaskan Bryan Turner:
“Di dalam dunia yang serba modern seperti saat ini, kita telab menjadi turis atau istilab sosia-nya menjadi orang asing di masyarakat kita sendiri. Jadi, budaya global yang sangat berbeda menciptakan lingkungan asing di mana budaya milik sendiri menjadi kelibatan sangat aneh. Satu-satunya faktor penting yang dapat melawan budaya asing itu adalah nostalgia kepada kejayaan budaya masing-masing bangsa untuk meraih kembali budaya dan identitas komunitas yang sebenarnya. Post modernisasi hanya menjanjikan suatu budaya buatan yang tidak lebib banya kedok saja.”(16)
Dampak-dampak itu dapat dengan jelas terlihat di jalan-jalan Kuala Lumpur dan di kota-kota negara Asia lainnya. Merupakan suatu berita baik bahwa negara-negara Asia sedang menyiapkan pelindung untuk bertahan dari arus globalisasi. Krisis ekonomi di Asia pada 1997, setengahnya adalah dampak dari arus globalisasi karena lemahnya fondasi ekonomi dan finansial negara-negara Asia itu dan ketidakmampuan mereka untuk menghadapi arus globalisasi. Kekuatan untuk menghadapi arus globalisasi memerlukan proses penataan organisasi, pendidikan, teknologi, ilmu pengetahuan, komponen-komponen finansial yang rumit. Kebanyakan negara-negara kecil tidak mampu untuk beradaptasi dengan globalisasi disebabkan kurangnya sumber kekuatan untuk berhadapan dengan pengaruh dari arus globalisasi.
Industri film Amerika dan stasiun-stasiun TV mereka seperti CNN, ABC, NBC dan CBS, telah mendominasi budaya global, termasuk produksi dan distribusi berbagai jenis hiburan tersebut. Bagaimanapun juga tujuan di belakang dominasi Amerika ialah untuk mencukupi kepentingan mereka sendiri dengan mengekspor produk modernisasi gaya mereka dan memprogandakan konsumerisme. Globalisasi juga merujuk kepada masyarakat post kapitalis sebagaimana dikatakan Holton: “Amerikanisasi itu sebenarnya makna lain dari kapitalisme dan bukan hanya Amerikanisasi yang mengglobal.”(17)
Thomas Friedman dalam bukunya The Lexus and The Olive Tree, juga mengindikasikan bahwa: “Agenda utama di helakang glohalisasi adalah pasar behas kapitalis. Globalisasi adalah penyebaran pasar hehas gaya kapitalis ke setiap negeri di dunia ini.” Ia melanjutkan “tidak seperti skenario perang dingin, glohalisasi mempunyai ciri dominasi hudaya yang unik, yang mana karena faktor itulah ia dapat memancangkan kekuasaan. Pada era-era sebelumnya, apa yang dimaksud sehagai homogenisasi hudaya itu telah terjadi di tingkat-tingkat regional. Seperti Romanisasi Eropa Barat dan kawasan Mediterania, pengislaman wilayah Asia Tengah, Afrika Utara, Eropa dan Timur Tengah oleh hangsa Arah dan diteruskan oleh Dinasti Uts-maniyah ataupun penguasaan Rusia di wilayah Eropa Timur, Eropa Tengah, dan bagian lainnya di Eurasia di bawah kekuasaan Uni Soviet. Secara singkatnya glohalisasi adalah Amerikanisasi Big Macs ke Imacs lain ke Mickey Mouse.”(18)
Kita harus bisa memahami bahwa hanya ada segelintir pemain yang mengendalikan perdagangan dunia dan telah mendominasi pasar global. Perusahaan-perusahaan multinasional ini kebanyakan berasal dari Amerika dan Eropa, termasuk di situ Mc Donald’s, Coca Cola, Pizza Hut, KFC dan lain-lain telah menjual produk sendiri yang sudah mereka standarkan dengan ukuran mereka sendiri untuk dijual di mana-mana.
Penggunaan istilah imperialisme budaya adalah untuk mengirimkan pesan kepada negara-negara berkembang bahwasanya era penjajahan secara fisik, baik politik atau ekonomi telah berakhir dan dominasi budaya global mutakhir telah bermula. Dalam tubuh masyarakat kini, produksi dari produk budaya dan konsumerisme adalah mengikuti tren dari negara-negara industri. Keseluruhan dunia kini menjadi pasar besar dengan batas ruang gerak dari barang dan layanan yang hampir tidak ada.
Pembobol Dokumen Rahasia Wikileaks Pasti Punya Akses Luar Biasa
Posted on July 31, 2010 by Catur Eka Darma| Leave a comment
Pihak Pentagon, Senin (26/7), menyatakan sedang memburu si pembocor data rahasia soal perang AS di Afganistan. Pejabat Departemen Pertahanan AS mengatakan, si pembocor dokumen, yang tergolong terbesar dalam sejarah, pasti orang yang memiliki akses istimewa terhadap dokumen-dokumen sensitif.
Ketika ditanya berapa orang yang memiliki akses terhadap dokumen rahasia itu, jubir Pentagon Geoff Morrell tidak menjawabnya dengan jelas. ”Hal yang jelas adalah ini informasi rahasia yang tidak boleh bocor ke publik karena bisa membahayakan operasi dan pasukan kami di Afganistan,” katanya.
Sehubungan dengan itu, diakui bahwa kemungkinan besar akan bocor lagi data lain. ”Kami akan melakukan apa pun untuk melacak si pembocor,” kata Morrell.
Kebocoran itu dianggap sebagai kejadian luar biasa. Pentagon sejauh ini menolak mengatakan siapa si pembocor. Juga dibantah apakah seorang spesialis bidang militer terlibat kebocoran. Saat ini seorang spesialis militer sedang menunggu pengadilan akibat kebocoran data terkait invasi AS di Irak.
Nama Manning disebut
Spesialis militer itu bernama Bradley Manning. Pada awal bulan ini dia didakwa karena membocorkan rekaman video soal serangan helikopter di Irak tahun 2007 yang menewaskan belasan orang. Dua wartawan Reuters termasuk di antara korban tewas. Manning juga dituduh mengunduh isi data Departemen Luar Negeri ke komputer pribadinya.
Juga ditanyakan apakah WikiLeaks diselidiki. Soal itu Pentagon menyatakan, berdasarkan sejarah, si pembocor adalah orang yang menjadi target gugatan kriminal. Si pembocor bukan orang yang semata-mata ingin membocorkan rahasia ke publik. ”Namun, tak tahu juga apa yang sedang terjadi sekarang ini,” kata Morrel
AKHATAM.com – Di saat Amerika Serikat kebakaran jenggot dengan terungkapnya lebih dari 250.000 dokumen memo diplomatik AS lewat situs WikiLeaks, kota Berkeley justru tengah mempertimbangkan pembocor dokumen tersebut sebagai seorang pahlawan.
Selama ini, orang-orang mungkin lebih mengenal pendiri WikiLeaks Julian Assange. Namun, ratusan ribu dokumen memo diplomatik AS sendiri tidak akan bisa diunduh secara bebas lewat internet tanpa peran besar dari Private First Class (setara dengan Prajurit Satu) Bradley Manning.
Kini, Manning yang terancam dijatuhi hukuman penjara selama 52 tahun, justru diajukan oleh Dewan Kota Berkeley sebagai pahlawan. Dewan Kota berencana untuk memutuskan mendukung atau tidak resolusi Manning sebagai pahlawan, pada Selasa mendatang.
“Bila Manning memang terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan, dia adalah seorang patriot dan semestinya mendapatkan medali,” kata Bob Meola, Anggota Komisi Perdamaian dan Keadilan Kota Berkeley, yang juga menggagas resolusi ini, seperti dikutip oleh San Francisco Chronicle.
Meola menganggap, semestinya Manning tidak diadili. “Saya pikir, seharusnya seorang kriminal perang yang diadili, bukan seorang peniup seruling (whistle blower) seperti Manning,” tuturnya.
Resolusi Kota Berkeley yang sedang diajukan berencana untuk berterima kasih kepada Manning atas keberaniannya mengungkap kebenaran kepada masyarakat Amerika dan seluruh warga dunia.
Namun, sepertinya keputusan dari para anggota komisi belum bulat. Proposal resolusi tersebut bisa lolos dengan posisi suara 7-3 dan angka itu diperkirakan masih bisa berubah secara dinamis di dewan.
“Kami hanya duduk di sini, di Berkeley -kami tidak tahu bahwa seorang informan Afghanistan bisa terbunuh karena bocoran dari Manning. Bradley Manning seolah-olah seperti orang yang sangat jujur, namun maaf, kami sama sekali tidak tahu apa yang bisa diakibatkan oleh WikiLeaks,” ujar Thyme Siegel, salah seorang komisioner yang menentang resolusi itu.
Militer AS tidak secara resmi menanggapi langkah yang diambil oleh Berkeley. Namun, Juru Bicara Departemen Pertahanan AS, Bob Mehal, mengatakan bocornya data-data rahasia AS bisa membahayakan nyawa para informan, dan menyediakan informasi berharga bagi musuh-musuh AS.
Manning berhasil membobol dokumen-dokumen rahasia AS dari Siprnet (secret internet protocol router network distribution) melalui sebuah komputer di sebuah markas AS di Irak tempatnya bertugas, dengan menggunakan CD bekas dari album Lady Gaga dan sebuah USB flash disk.
Pria 23 tahun itu tidak hanya menjebol memo diplomatik pemerintah AS, namun juga membocorkan rekaman video insiden di Afghanistan dan Irak, di mana kru helikopter Apache menembakkan roket ke arah segerombolan orang sipil, yang salah satu di antaranya adalah wartawan Reuters. (art)
Sumber Terkait : vivanews
Besar Kecil Normal

• Bagikan94
• 0
10 Kasus WikiLeaks Sebelum Kawat Diplomatik Amerika
Kamis, 09 Desember 2010 | 14:08 WIB
Besar Kecil Normal

WikiLeaks. AP/Fareed Khan
TEMPO Interaktif, London - Situs WikiLeaks menggegerkan kancah internasional dengan pengungkapan 250 ribu dokumen kawat diplomatik rahasia milik Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat sejak akhir bulan lalu.

Pembeberan kawat diplomatik tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat meradang. Pendiri WikiLeaks Julian Paul Assange pun diburu hingga akhirnya ia ditahan.

Kasus pembeberan yang dilakukan WikiLeaks bukan pertama kali terjadi. WikiLeaks juga pernah mengungkap 400 ribu dokumen rahasia mengenai Perang Irak. Berikut 10 kasus papan atas yang diungkap WikiLeaks sebelum pengungkapan 250 ribu dokumen kawat diplomatik rahasia Kementeri Luar Negeri Amerika Serikat:
1. Serangan Helikopter Apache di Irak
WikiLeaks mempublikasikan cuplikan video yang menampilkan 15 orang termasuk dua wartawan Reuters ditembak mati oleh sebuah juru tembak di sebuah helikopter Apache milik Angkatan Darat Amerika Serikat Gambar video yang diambil dari kamera senapan di helikopter tersebut mengguncangkan dunia.

Dalam tayangan video tersebut, kru helikopter terdengar tertawa sambil menghujat korban tertembak dan mengatakan "bakar mereka!" serta "tembak terus, tembak terus".

Militer Amerika Serikat menolak memberikan sanksi disiplin kepada kru helikopter tersebut. Mereka menilai "ada para pemberontak dan reporter di kawasan tempat pasukan Amerika Serikat diserbu. Saat itu, kami tidak bisa mendeteksi apakah (wartawan Reuters) membawa kamera atau senjata."

Saudara dari salah satu wartawan Reuters yang tewas menyangsikan itu. "Pertanyaan saya adalah bagaimana mungkin pilot Amerika yang sangat terlatih dengan informasi teknologi tingkat tinggi tidak bisa membedakan antara kamera dan pelontar roket," ujar saudara wartawan Reuters tersebut.



2. Prosedur Operasi Guantanamo Bay
Prosedur Standar Operasi untuk Camp Delta, panduan para tentara untuk menangani tahanan di Camp Delta, dirilis WikiLeaks pada 2007. Kelompok pejuang hak asasi manusia mengkritik panduan resmi tersebut. Pasalnya, panduan itu menyebutkan tahanan tidak bisa mendapat akses ke Palang Merah sampai lebih dari empat pekan.

Salah satu aturan dalam prosedur yang dikritik juga adalah hadiah khusus bagi tahanan. Dalam peraturan tersebut, tahanan yang berlaku baik dan bisa bekerja sama bisa mendapat hadiah khusus: satu bungkus kertas toilet.



3. Kitab Suci Scientology
- Pada 2008, WikiLeaks membeberkan 'kompilasi kitab suci Scientology' termasuk praktek-praktek kontroversial di Gereja.

Pengacara dari Church of Scientology mencoba mendesak WikiLeaks untuk mencabut informasi tersebut. Namun, WikiLeaks menolaknya.

4. Surat Elektronik Unit Penelitian Iklim
- Lebih dari 1.000 surat elektronik dikirim dalam 10 tahun oleh staf di Unit Penelitian Iklim dari University of East Anglia dipublikasikan WikiLeaks setelah diakses seorang peretas. Surat elektronik tersebut menunjukkan para ilmuwan terlibat dalam rekayasa untuk mendukung argumen bahwa pemanasan global adalah nyata dan buatan manusia.

Laporan tersebut dinilai sebagai skandal ilmiah terburuk dalam generasi tersebut. Akibat kasus tersebut, Kepala CRU Profesor Phil Jones mundur. Namun, karena penelitian menyebutkan Jones tidak terkait kasus itu, Jones akhirnya diangkat lagi.


5. Daftar Hitam Internet di Australia
Tahun lalu, ketika pemerintah Australia merancang "dinding api besar Australia" agar pengguna internet di negeri mereka tidak bisa melihat situs yang dianggap tidak cocok menurut pemerintah. WikiLeaks mendapatkan daftar tersebut. WikiLeaks pun mempublikasikannya meski ada peringatan dari Profesor Bjorn Landfelds dari University Sydney yang terlibat membuat daftar tersebut. Landfelds mewanti-wanti daftar tersebut "berisi ensiklopedia ringkas dari materi yang berpotensi sangat berbahaya" dan "mimpi buruk terburuk yang mengkhawatirkan para orang tua".

Ternyata, item dalam daftar tersebut tidak mengandung pornografi anak atau semacamnya. Beberapa yang termasuk daftar tersebut adalah video-video YouTube, materi Wikipedia, situs agama pinggiran, bahkan situs agen perjalanan.


6. Laporan Trafigura Minton
Pada 2009, internet dihebohkan upaya perusahaan perdagangan minyak Trafigura untuk menghalangi publikasi studi internal mengenai dampak kesehatan terhadap pembuangan limbah di Afrika. Rancangan laporan yang ditulis konsultan ilmuwan John Minton menyebutkan proses kimiawi Trafigura yang digunakan untuk membersihkan limbah bahan bakar minyak ternyata dilakukan secara amatir dan meninggalkan kandungan sulfur yang berbahaya. Kandungan tersebut dikabarkan bisa membuat luka bakar yang parah di kulit dan lambung, diare, muntah-muntah, pingsan, dan kematian bagi orang.

The Guardian memperoleh laporan tersebut, tetapi Trafigura mengajukan surat kabar tersebut ke pengadilan. Namun, WikiLeaks juga mendapatkan laporan itu. Dan dalam waktu hitungan jam, informasi yang tidak boleh dilansir The Guardian akhirnya tersebar lewat Twitter.


7. Keanggotaan BNP
Nama, alamat, dan pekerjaan 13.500 anggota British National Party yang beraliran kanan dirilis WikiLeaks pada 2008. Daftar tersebut termasuk beberapa nama polisi, petinggi militer, dokter, dan profesor. Daftar tersebut tersebar setelah petinggi militer memperingatkan bahwa politik BNP tidak sejalan dengan nilai-nilai yang diusung militer Inggris

Salah satu orang yang berada dalam daftar tersebut dipecat setelah diketahui dia merupakan anggota BNP.


8. Akun Surat Elektronik Sarah Palin
Menjelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008, calon Wakil Presiden Sarah Palin mengalami musibah. Akun surat elektroniknya diretas Anonymous, sebuah kelompok dalam jaringan yang dikenal berseteru dengan Church of Scientology. Dua surat elektronik, daftar kontak Palin, dan beberapa foto keluarga diunggah WikiLeaks.

Tim kampanye Palin menilai itu sebagai 'invasi privasi Palin dan pelanggaran hukum yang mengejutkan'. Dalam publikasi yang dilansir WikiLeaks, diketahui bahwa Palin menggunakan akun pribadinya untuk urusan bisnis resmi. Diduga itu dilakukan untuk mencegah pengungkapan kegiatan tersebut berdasarkan undang-undang catatan publik.


9. Data Pager 9/11
Lebih dari 500 ribu pesan pager yang dikirim Amerika Serikat pada serangan 11 September dipublikasikan WikiLeaks pada November 2009. Beberapa pesan tersebut berasal dari petugas federal dan pejabat lokal. Publikasi tersebut memicu debat apakah itu masuk kepentingan publik. Sebab, pesan-pesan itu mengungkapkan sesuatu yang bersifat pribadi seperti "saya baik-baik saja, saya cinta kamu.....". Juru bicara WikiLeaks berdalih pesan tersebut memperlihatkan gambaran penuh mengenai apa yang terjadi hari itu.


10. Dokumen Cara Mengecah Data Dibocorkan WikiLeaks
Militer Inggris mengeluarkan panduan untuk mencegah WikiLeaks membocorkan dokumen-dokumen resmi mereka tahun lalu. Dalam dokumen tersebut wartawan dianggap sebagai ancaman kepada keamanan. Beberapa pihak yang dianggap bisa membocorkan informasi rahasia adalah intelijen asing, penjahat, kelompok teroris, dan staf yang tidak puas.

Sebuah dokumen milik Pentagon juga menyebutkan WikiLeaks sebagai ancaman bagi keamanan nasional. Dokumen tersebut bocor dan didapatkan WikiLeaks.
WikiLeaks dan Rezim Informasi
Posted in Borderless on 14/12/2010 by juliussumant
Kompas | Selasa, 14 Desember 2010
Oleh Kusnanto Anggoro
Dokumen-dokumen yang dipublikasikan WikiLeaks merupakan tantangan serius bagi rezim informasi, jauh lebih besar dibandingkan dengan sekadar implikasinya atas ketegangan baru di beberapa kawasan. Rezim keterbukaan informasi dihadapkan pada sejumlah persoalan etis.
Rezim perlindungan informasi dihadapkan pada tuntutan perubahan yang lebih mendasar, termasuk pada tataran strategis dan paradigmatik. Arcana imperii atau kerahasiaan negara harus berakhir. Namun, negara tetap menggenggam kewajiban melindungi beberapa jenis informasi.
Ancaman WikiLeaks
WikiLeaks telah menyebarkan melalui situsnya berbagai dokumen penting. Afghan War Diary (April) dan Iraq War Logs (Oktober) mengungkap banyak hal, termasuk kekejaman tentara Amerika Serikat di negara-negara itu. Cablegates (Desember) menyingkap berbagai catatan diplomatik.
”Permintaan Raja Fahd (Arab Saudi) agar Amerika menyerang Iran”, ”perubahan sikap Beijing atas konflik di Semenanjung Korea”, dan ”dukungan Pakistan kepada Taliban” hanya sebagian dari informasi yang dapat membawa persoalan baru dalam hubungan internasional.
Perintah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton agar diplomat-diplomat AS mencatat jati diri para diplomat asing di suatu negara bisa dipastikan menimbulkan konundrum bagi hubungan luar negeri AS, termasuk dengan rekan aliansinya. Hal serupa berlaku bagi laporan dan analisis situasi sejumlah kantor perwakilan AS yang dikirim ke Washington. Karena yang disebut belakangan ini saja, nasib para pegiat demokrasi, pejuang hak asasi manusia, dan pelantun antikorupsi dipertaruhkan.
Tak seorang pun meragukan pentingnya transparansi dalam membangun pemerintahan demokratis. Kalau pengambilan keputusan dibicarakan lebih dulu di ruang publik, Perang Vietnam mungkin tidak perlu berlangsung terlalu lama atau memperoleh dukungan publik.
Washington mungkin juga memperoleh dukungan publik atas operasi militernya untuk menumbangkan rezim Taliban di Afganistan dan Saddam Hussein di Irak, kecuali sejauh mengenai operasi-operasi yang nyata-nyata melanggar hukum perang dan norma kemanusiaan.
Kalau seandainya Joseph Stalin mengetahui rencana pengkhianatan Hitler terhadap Pakta Molotov-Ribbentrop (1939), Operasi Barbarossa (1941) pasukan-pasukan Jerman tidak meninggalkan bekas traumatis bagi Rusia setelah Perang Dunia II. Kalau Teheran dan Pyongyang patuh pada ketentuan keselamatan nuklir, reaktor Iran dan Korea juga tidak perlu mengundang nuklirisasi Timur Tengah atau Semenanjung Korea.
Transparansi radikal
Legitimasi transparansi memerlukan sumber yang dapat dipercaya, tujuan (politik) yang jelas, maupun kendali atas risiko buruk yang dapat ditimbulkannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika anonimitas sumber yang selama ini memasok informasi kepada WikiLeaks menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi ideologi transparansi radikal yang selama ini diperjuangkan Julian Assange, pemimpin WikiLeaks.
Tanpa sumber yang dapat diverifikasi, transparansi dapat juga digunakan untuk sekadar politik kekuasaan.
Dapat dipersoalkan pula apakah Assange tidak melanggar moralitas demokrasi dengan menyebut nama-nama pejuang demokrasi. Mereka dapat menjadi sasaran operasi intelijen aparat keamanan di negara-negara otoriter, seperti China, Kuba, dan Rusia.
Entah berapa banyak lagi aktivis Rusia akan menjadi korban mengikuti jejak Anna Palitkovskaya (2006) atau Natalia Estemirova (2009). Tak kurang dari 100 ”informan” Amerika Serikat berkebangsaan Afganistan kini menjadi sasaran tembak Taliban. Kalau itu terjadi, WikiLeaks bukannya tidak harus memikul tanggung jawab.
Strategi penyebaran informasi yang dipilih Assange mengaburkan apakah tujuannya murni untuk membuka ruang keterbukaan atau sekadar ”holiganisme informasi”. Beberapa orang menyebut WikiLeaks menjalankan machiavelisme transparansi. Persoalan ini saja konon telah menimbulkan perpecahan di kalangan WikiLeaks. Herbert Sorrensen (dan Daniel Domscheit-Berg) mengundurkan diri dan akan membangun situs baru di Reykjavik (Eslandia).
Tiadanya legitimasi dan strategis yang arif itu mendorong kembali rezim ketertutupan di beberapa negara. Biro Keamanan Khusus China konon telah menangkap ratusan peretas komputer. Di Amerika Serikat, Senator Joseph Lieberman (Connecticut) memprakarsai legislasi untuk mempermudah pemidanaan bagi mereka yang dianggap membocorkan rahasia negara. Pentagon dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat juga melarang tentara, mahasiswa, dan warga negara membicarakan kasus WikiLeaks.
Rezim informasi
Padang Kurusetra baru sedang berlangsung, kali ini antara ”negara siber” dan ”pemerintahan negara”. Perang asimetris antara, menggunakan istilah Daniel Perry Barlow (proklamator negara siber satu setengah dasawarsa silam), ”kekuatan daging dan tulang baja negara industri modern” melawan ”kekuatan nalar budi dari atas angin”.
Serangan Wiki baru melakukan sebagian saja dari apa yang dapat dilakukan negara siber. Tidak tertutup kemungkinan eskalasi ke arah yang lebih gawat, misalnya sabotase sasaran-sasaran strategis milik negara maupun perusahaan-perusahaan besar.
Tantangan serius untuk menuangkan gagasan transparansi ke dalam rezim informasi. Istilah ”informasi publik” dengan sendirinya mengakui adanya informasi nonpublik, yaitu informasi yang tidak secara langsung memengaruhi keselamatan sebagian besar warga masyarakat, tetapi diperlukan untuk penyelenggaraan fungsi negara.
Transparansi juga bukan sesuatu yang tanpa diferensiasi. Dengan persyaratan tertentu, dan kecuali menyangkut impunitas negara, misalnya, di bidang pelanggaran hak-hak asasi manusia dan korupsi, sistem demokratis membenarkan ”transparansi sebagian”.
Karena itu, bukan tidak mungkin menempatkan rezim keterbukaan informasi (publik) berdampingan dengan rezim perlindungan informasi nonpublik yang oleh Pacivis (Universitas Indonesia) disebut sebagai ”informasi strategis tertutup”.
Diskusi tentang RUU Rahasia Negara perlu mendengarkan kebijaksanaan Gandalf. ”Keep it secret. Keep it safe,” kata Gandalf kepada Frodo dalam The Lord of the Rings karya Peter Jackson.

No comments:

Post a Comment